Bismillaahirrohmaanirrhoohiim
Assalamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Bakda tahmid, solatan ‘ala rosulillah “Allohumma Sholli ‘ala sayyidina
Muhammad, Tibbil qulubii wa dawa’iha wa ‘afiatal abadani washifa’iha wa nuuril
abshori wa diya’iha wa ‘ala alihi washohbihi wabarik wasallam”
Sahabat mudaku, aku bukanlah guru yang ingin menentang keinginan
mudamu untuk terus menikmati masa mudamu dengan hal yang menurutmu bisa
membuatmu senang dan bahagia, aku juga bukan orang suci yang tidak tersentuh
dosa bukankah hanya para nabi dan rasul yang taksyim (tidak tersentuh dosa),
aku juga bukan ulama yang paham betul dengan agama untuk mengguruimu tentu aku
juga bukan aulia Allah yang penuh karomah. Aku hanya seorang pemuda, sama denganmu
penuh dengan keinginan syahwat duniawi, penuh dengan keinginan kesenangan –
kesenangan semu. Sering berharap ada di tengah – tengah kemewahan dan kemegahan
duniawi.
Di saat usiaku beranjak dewasa, sama halnya sepertimu aku juga punya
daya tarik terhadap lawan jenis sering aku berfikir bagaima agar aku bisa
selalu bersama dengan mereka, sering berfikir mempunyai segalanya dan semua
inginku dengan mudah aku peroleh. Aku juga sering berada di antara para pembuat
maksiat itu, sering membuat luka di hati orang – orang yang aku cintai,
mengecewakan ibuku sayang yang dengan susah payah mempertaruhkan hidupnya untuk
kelahiranku, mengecewakan ayahku sayang yang tulangnya mulai keropos, ototnya
mulai lemah dikarenakan bekerja keras demi kelangsungan hidupku. Aku juga
sering berada di tengah – tengah para pembentak orang tua, tak jarang kata “ah”
keluar dari mulut ini ketika ada ingin yang tak bisa mereka penuhi. Sering juga
kok aku berbohong kepada mereka. Kamu tahukan adzan, panggilan sholat itu
sering sekali aku abaikan seakan itu hanya angin lalu, rasa syukurku terhadap
Allah hilang seakan maut tidak akan pernah menghampiriku.
Jadi sahabat mudaku, aku bukan orang suci aku sama dengan manusia lain
penuh dosa dan nestapa, berada dalam titik nadir keimanan. Sholat yang
diwajibkan itu sering tidak aku tunaikan, tilawah Qur’an itu sering aku lupakan
bahkan tidak jarang hal – hal yang dilarang agama sering aku perbuat.
Menikmati indah pacaran dengan segala kemaksiatannya tak luput dari
perbuatanku, tak jarang perempuan – perempuan itu aku lukai secara bathin,
kemudian ketika aku merasa puas aku tinggalkan.
Perkelahian antara remaja merupakan hal yang lumrah juga, dengan semua
kesombongan dan kecongkakan itu tidak jarang aku menentang Kuasa Allah.
Kini, aku berdiri disepertiga malam mengingati apa – apa yang aku
perbuat aku berada dalam titik nadir, penuh dengan dosa dihadapan yang Maha
Suci, aku meraasa malu berada di depan Allah dengan segala dosa yang telah aku
tumpuk. Berharap dengan penuh harapan agar magfiroh – Nya aku dapati agar kasih
sayang – Nya bersemayam dalam hati. Cucuran air mata ini takkan mampu membasuh
semua dosa ini. Dengan penuh kehinaan aku memohon ampunan – Nya, semua
kesombongan yang dulu aku banggakan kini hilang lenyap dihadapan – Nya, aku
bukan apa – apa di hadapan – Nya, aku hanya bagai seorang anai yang tak punya
kekuatan dan daya upaya. Kucoba untuk menata keimanan ku lagi, kumulai dengan
syahadat yang selama itu tak pernah aku pedulikan, kusucikan diri ini dengan
air Saokohum robbuhum saroban tokhuro lewat mandi taubat tapi tetap saja diri
ini merasa hina, entah nanti aku layak berada di antara hamba – hamba yang
dicintai Allah, aku benar – benar hanya bisa serharap.
Hina diri ini seakan tak kuasa menginjakkan kaki di rumah – Nya, bukan
karena aku takut, bukan karena aku tidak bisa tapi diri merasa terlalu hina
untuk sekedar memasuki rumah – Nya yang suci, tak kuasa air mata ini untuk
tidak mengalir ketika bersujud dihadapan – Nya. Bukan, aku bukan sok alim. Aku
ingat salah satu dari 4 hal yang akan dipertanyakan sebelum kita bisa beranjak
dari hisab Allah di akhirat kelak adalah “Masa muda kita untuk apa kita
perbuat?”
Dengan semua apa yang telah aku perbuat aku benar – benar takut jika
masa muda ini tidak bisa aku pertanggung jawabkan, tidak bisa membawaku dekat
dengan – Nya, juga takut jika ternyata amal perbuatanku tak sampai membawaku ke
dalam ridho – Nya, aku takut tidak bisa berkumpul dengan orang – orang Saleh
yang ada di Jannah – Nya. Jika saja semua umur yang tersisa ini aku habiskan aku
yakin itu tidak akan mampu mengimbangi berat dosa yang saat ini kupikul. Aku
takut jika disaat aku belum mendapatkan ridho – Nya aku telah dipanggil
kehadapan – Nya, jika begitu kemana nanti aku kelak dikembalikan jika bukan
jahannam, aku takut jika saat tua yang selalu aku fikirkan saat untuk taubat
aku tidaklah sampai padanya, aku takut sebelum aku sampai pada masa tua itu aku
telah dipanggil oleh Allah. Jika bukan Dia siapa lagi nanti yang bisa aku
jadikan penolong.
Sahabat, hari ini aku masih lihat kamu begitu bergelut dengan maksiat,
minuman keras itu masih sering kamu teguk, judi yang sering kita anggap jadi
jalan untuk mendapatkan uang masih sering kamu perbuat, dan zina (meskipun itu
cuma zina kecil seperti pelukan, ciuman ataupun yang lainnya) masih sering jadi
bagian pesta maksiat yang kamu perbuat. Aku masih melihat kalian saling
pegangan tangan, berpelukan diatas motor itu dan terus memperlihatkan semua
kemaksiatan itu dihadapan masyarakat banyak, seakan mengumumkan ke dunia bahwa
zina adalah jalan hidupnya. Aku masih sering tidak mendengar ucapan basmalah
ketika menyantap rezeki dari Allah juga tak pernah aku dengar ucapan hamdalah
atas semua kenikmatan yang telah diberikan – Nya kepadamu.
Apa kamu tidak takut jika saja masa tua (untuk bertobat) tidak ada
kesempatan bagi kita?
Tidak pernahkah kamu bertafakkur di tempat tidurmu mengenangkan nasib
diri kelak di hadapan Ilahi? Begitu kerdil kita dan berbalut dosa, mampukah
kita melewati titian Shirot nanti dengan dosa yang menggunung ini, betapa berat
dosa kita yang tentu tak dapat kita pikul sendiri. Apakah kita tidak pernah
mengenang diri jika esok bukan milik kita lagi dan mata tak pasti terbuka,
jantung tak pasti berdetak lagi dan nafas tak pasti terhembus lagi kemana kita
akan dikembalikan jika bukan Nar.
Sahabat mudaku, sebelum kita pergi berangkat ke akhirat sana mari kita
renungi apakah amal – amal kita akan mampu mengimbangi dosa – dosa kita selama
ini, bagaimana jika ternyata amal kita yang sedikit ini tak berterima dihadapan
– Nya? Siapa yang akan kita jadikan penolong?
Sahabat mudaku, aku berharap jika disaat ini kita bisa tertawa bersama
– sama dalam kesenangan nanti di akhirat kelak kita juga tetap bisa tertawa di
tempat kebahagiaan sejati. Seperti di awal aku tuliskan aku bukanlah orang
suci, jadi aku butuk kamu sahabat mudaku untuk terus bersatu dalam jihad menuju
Jannah Allah ini, aku butuh kamu sebagai penguatku, aku butuh kamu sebagai
pengajar dan penasehat ketika kehilafan – kehilafan dalam keseharianku masih
sering terjadi, aku butuh kamu untuk memapahku di jalan Islam ini karena aku
hanya orang lemah yang tak punya daya upaya, aku butuh kamu untuk terus
memberiku semangat ketika iman dihati ini mulai melemah, dan aku butuh kamu
untuk terus menguatkanku ketika aku rapuh dan aku butuh kamu untuk terus
membimbingku agar tetap bisa berada dalam milah Islam ini.
Shabatku, aku tidak pernah merasa setakut ini sebelumnya, ketakukan
ketika tidak lulus ujian ataupun ketika berhadapan dengan kepala sekolah itu
semua tidak ada apa – apanya di banding saat ini, aku takut jika maut sudah
dekat denganku, sementara amalku tidak berterima dan aku takut mati dalam
keadaan shuul khotimah. Semoga rasa takut yang aku rasa sekarang ini juga
berada dalam hatimu agar kita bisa saling menguatkan dalam milah Islam ini.
Semoga Allah memudahkan kita dalam mencapai rido – Nya dan diberikannya waktu bagi kita untuk kembali menata keimanan kita yang semakin menipis.
“Sesungguhnya Allah menurunkan kepadaku dua keselamatan bagi umatku. Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka dan Allah tidak akan mengazab mereka sedang (mereka) beristighfar (minta ampun), bila aku (Nabi Saw) pergi (tiada) maka aku tinggalkan bagimu istighfar sampai hari kiamat.” (HR. Tirmidzi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar